Selasa, 12 April 2011

PERITONIUM DIALISA

PERITONIUM DIALISA

A. Pengertian Dialisis Peritoniem
Dialisis peritoneum adalah dialisis yang menggunakan membran peritoneum sebagai sarana petukaran cairan dialisis; berbeda dengan hemodialisis yang melalui pembuluh darah. Tujuan dialisis ialah mengeluarkan zat-zat toksik dari tubuh seperti ureum yang tinggi pada GGA atau GGK, atau racun didalam tubuh dan lain sebagainya.

B. Indikasi
Dibedakan indikasi klinik dan biokimis

Indikasi Klinik:
1. Gagal ginjal
a. Akut, ditandai dengan oliguriamendadak dan gejala uremia.
b. Kronik, gunanya untuk menopang kehidupan selama pasien dalam pengawasan atau untuk rencana transplantasi ginjal.
2. Gagal jantung atau edema paru yang sukar diatasi.
3. Keracunan yang menimbulkan gagal ginjal atau gagngguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Keracunan obat mendadak dan perlu mengeluarkan obat tersebut.
5. Gejala uremia mayor. Yang menunjukan adanya gagal ginjal akut/kronik yang telah terminal dengan gejala:
a. Muntah sering, kejang, disorientasi, somnolen sampai koma.
b. Tanda hidrasi berlebihan: edema paru, gagal jantung, hipertensi yang tidak terkendali.
c. Perdarahan.
Indikasi Biokimis
1.Ureum darah lebi dari 250 mg%. Ureum sendiri tidak sangat toksik, tetapi diperlukan pemeriksaan ureum secara teratur selama dialisis.
2. Kalium darah lebih dari 8 mEq/L. Peninggian kadar kalium darah lebih dari 8 mEq/L dapat menimbulkan atetmia jantung yang fatal.
3. Bikarbonat darah kurang dari 12 mEq/L. Kadar bikarbonat darah yang rendah akan merupakan peluang terjadinya asidosis metabolik. Kadar bikarbonat plasma yang rendah secara klinik ditunj8ukan adanya pernafasan yang cepat dan dalam. Kontraindikasi mutlak pada hakekatnya tidak ada, tetapi harus hati-hati terhadap kemungkinan adanya peritonitis lokal, fistel atau kolostomi, penyakit abdomen, anastomosis pembuluh darah besar abdomen, perdarahan yang sukar diatasi.
Dialisis dilakukan dokter di kamar yang aseptik.

C. Persiapan yang diperlukan
a. Persiapan cairan dialisis
Cairan untuk dialisis ada tersendiri adalahg dexterose yang berkadar 1,5%, 4,25% dan 7%. Selain itu harus tersedia larutan KCL, larutan Natrium-Bikarbonat, Albumisol dan heparin 10 mg/ml. Untuk infus biasa diperlukan glukosa 5%-10%.
b. Alat-alat untuk tindakan dialisis
1. Set untuk dialisis (terdiri dari: Selang/kateter khusus yang telah dilengkapi denga klem. Kateter tersebut dimasukan kedalam rongga peritoneum dan bagian sebelah luar salah satu cabangnya dihubungkan dengan penampung urine (urine bag) atau kantong plastyikkhusus yang ada skalanya dan cabang yang lain ke botol cairan.
2. Stylet atau bisturi kecil, trokar yang ssuai dengan ukuran kateter, pinset
3. Sarung tangan steril
4. Kasa dan kapas lidi steril
5. Arteri klem 2
6. Spuit 2 cc, 5 cc, 10 cc dan 20 cc
7. Desinfektan: yodium/betadin 10% alkohol 70%
8. Novocain 2%
9. Gunting, plester, pembalut
10.Pengukat tanan atau kaki
11.Bengkok
12.Kertas untuk catatan
13.Tempat pemanas cairan yang harus selalu terisi air panas (khusus bila ada untuk pemanas cairan yang elektrik).
c. Persiapan pasien
Bila pasien masih sadar diberitahukan dan diberikan dorongan moril agar pasien tidak takut. Satu jam sebelum dialisis dilaksanakan kulit pada permukaan perut sampai di daerah simpisis dibersihkan dengan air dan sabun kemudian sesudahnya dikompres dengan alkohol 70% sampai dialisis akan di mulai. Beritahukan pasien agar kompres tetap di tempatnya.
Pasien dipasang infus. Kandung kemih dikosongkan. Pasien disuruh berkemih atau dipasang kateter. Pasang pengikat pada tangan dan kaki (sambil dibujuk dan ikatan jangan terlalu kencang).

D. Pelaksanaan Dialisis
Setelah dokter berhasil melakukan pemasangan kateter dialisis, pangkal kateter dihubungkan dengan selang pada kantong penampung cairan dialisis yang digantungkan pada sisi tempat tudur (satu pipa dihubungkan dengan selang cairan dialisis). Pasang klem pada selang pembuangan ini.
Setelah persiapan selesai buka klem yang dari botol cairan dialisis; memasukan cairan ini berlangsung selama 15 menit untuk 1 botol cairan. Setelah cairan habis klem ditutup biarkan cairan berada didalam rongga peritoneum selama 30 menit. Banyaknya cairan yang dimasukan dimulai dari 30-40 ml/kg sampai maksimum 2 leter. Sesudah 30 menit.
Buka klem yang ke pembuangan; cairan akan keluar dalam waktu 15 menit. Jika tidak ancar berarti ada gangguan, dan banyaknya cairan yang keluar harus sebanding dengan yang dimasukan.Pada uumnya kurang sedikit; tetapi jika trlalu banyak perbdaannya harus memberitahukan dokter.
Bila cairan tidak kelur lagi,selangdi klem; masukn cairan dialisis dan selanjutnya dilakukan seperti siklus pertam. Siklus ini dapat sampai 24-36 kali sesuai dengan hasil pemeriksaan ureum. Ureum dikontrol setiap 3 jam selama dialisis berlangsung. Tesimeter dipasang menetap dan diukur secara periodik (sesuai petunjuk dokter dan melihat perkembangan pasiennya).
Selama dialisis biasanya pasin boleh minum; kadang-kadang juga makan. Untuk mencegan sumbatan fibrin pada selang dialisis pada setip botol cairan dialisis ditambahkan 1.000 Unit Heparin. Biasanya dilakukan terutama pada permulaan dialisis.

E. Komplikasi dialisis
Komplikasi dialisis dapat terjadi disebabkan karena drainase, infeksi, syndrom di sekuilibrium dialisis dan masalah yang timbul akibat komposisi cairan. Komplikasi tersebut adalah:
1. Nyeri abdomen berat.
a. Biula terjadi saat pengisian abdomen. Tindakannya selang segera di jepit (diklem), pasien diubah posisinya misalnya didudukan. Jika tidak ada perbaikan kateter harus diperbaiki (oleh dokter). Nyeri hebat mendadak mungkin disebabkan ruptur peritoneum.
b. Bila mengikuti drainase, isi kembali ke ruang abdomen dengan sebagian dialisat.
2. Penyumbatan drain.
a. Urut perut pasien dan ubah posisi pasien.
b. Manipulasi kateter atau suntikan 20 ml dialisat dengan kuat untuk membebaskan sumbatan.
c. Bila gagal, pindahkan kateter pada posisi lain.
d. Berikan heparin pada dialisat untuk mengurangi pembekuan darah dan merendahkan fibrin.
e. Kontrol dengan pemeriksaan sinar x.
f. Bila ada perdarahan intraperitoneum yang masuk ke dalam kateter, kontrol kadar hematokit dialisat untuk menilai lama dan beratnya pendarahan.
3. Hipokalsemia; dicegah dengan menambahkan 3,5-4 mEq/L kalsium per liter dialisat.
4. Hidrasi berlebihan dapat diketahui dengan mengukur berat badan tiap 8 jam. Berat badan pasien akan turun 0,5-1% setiap hari. Jika meninggi berikan dialisat dextrose 2-7 % atau ke dalam cairan dialisat ditambahkan cairan dextrose 1,5% dan 7% berganti-ganti atau bersama-sama dengan perbandingan 1:1.
5. Hipovolemia dapat diketahui denga mengukur tekanan darah dan mengawasi tanda-tanda renjatan. Jika ada berikan albumin 5% secara intravena atau infus dengan NaCl 0,9%.
6. Hipokalemia ditentukan dengan cara mengukur kadar kalium darah dan mengawasi perubahan EKG yang terjadi (gejalanya: perut kembung, nadi lemah).
7. Infeksi dicurigai bila cairan dialisat yang dikeluarkan keruh atau berwarna. Peritonitis terjadi biasanya karena kuman gram negatif atau streptococus aures. Berikan antibiotik.
8. Hiperglikemi terjadi karena absorbsi glukosa dari dialisat. Bila kadar glukosa darah meningkat, koreksi dengan memberikan insulin dengan dosis yang sesuai.
9. Hipoproteinemia timbul karena keluarnya protein dalam dialisat. Bila terjadi, tindakannya diberikan albumin atau plasma.
10. Pneumoni dan atelektasis diberikan pengobatan baku.

Sindrom disekuilibrium dialisis lebih sering terjadi pada hemodialisis. Dapat terjadi selama dialisis atau setelah 24 jam pertama yang ditandai oleh gejala kelemahan umum, mengantuk, bingung. Lebih berat terdapat gejala tegang, hipertensi, berhentinya pernafasan dan denyut jantung. Diduga patogenesisnyan karena meningginya osmolalitas cairan serebrospinal dibandingkan dengan cairan eksrtaseluler. Perbedaan osmolalitas menyebabkan masuknya cairan kedalam otak. Sindrom ini diatasi dengan pemberian glukosa hpertoik secara intravena dan diharap dapat mengubah perbedaan osmolalitas hingga kembali normal.
Dapat terjadi, hiperglikemih nonketon sebagai akibat pengaruh osmosis glukosa yang memasuki ruang ekstraseluler selama dialisis yang tidak dimetabolisme secara sempurna pada saat uremia. Kadar glukosa dapat melampaui 500mg%. Untuk menurunkan kadar tersebut diperlukan insulin. Jika menggunakan cairan yang 7% dapat terjadi dehidrasi ekstraseluyler dan deplesi volume pembuluh darah yang menimbulkan renjatan.


Dipostingkan oleh Evi Avianti (05200ID09049)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar